Thursday, March 24, 2011

Menyikapi Makhluk lain


‎”Ya Abu Hurairah, sayangilah semua makhluk Allah, maka Allah akan menyayangimu dan menjagamu dari neraka pada hari kiamat.” Aku bertanya, “Ya Rasulullah, aku pernah menyelamatkan seekor lalat yang jatuh ke air.” Jawab Rasulullah, “Allah mencintaimu. Allah mencintaimu. Allah mencintaimu.” (Nasihat Rasulullah SAW pada Abu Hurairah)
lalatSUATU hari, Rasulullah berkisah kepada para sahabat yang tengah berkumpul. Ia mengisahkan tentang seorang laki-laki dari kalangan Bani Israil tengah berjalan di bawah terik matahari, dengan rasa rasa haus yang amat sangat. Ketika ia melihat ada sebuah sumur, maka ia segera turun dan mengambil airnya untuk diminum. Setelah hausnya terpuaskan dan laki-laki itu hendak meninggalkan tempat itu, ia melihat seekor anjing yang sedang kehausan. Anjing itu menjilat-jilat pasir karena hausnya.
Dalam hatinya, laki-laki ini mengatakan,”Anjing ini menderita kehausan, sebagaimana aku.” Akhirnya, ia kembali turun ke sumur dan memenuhi sepatu kulitnya dengan air, dan diberikanlah kepada binatang malang itu.
Rasulullah SAW setelah membawakan kisah ini bersabda, ”Maka Allah memujinya dan mengampuninya.”
Mendengar kisah tersebut, para sahabat bertanya,”Wahai Rasulullah, apakah benar-benar kami memperoleh pahala karena binatang?” Rasulullah pun menjawab, ”Di setiap hati yang lembab ada shadaqah.”
‘Hati yang lembab’ adalah perumpamaan terhadap makhluk hidup apapun. Makhluk yang mati, hati dan badannya mengering. Sebab itulah, Imam An Nawawi menyimpulkan dari kisah di atas bahwa berbuat baik kepada binatang hidup, baik memberi minum atau lainnya merupakan sebuah bentuk shadaqah (Syarah Shahih Muslim, 7/503).
Jelas, dari keterangan di atas, Islam amat memuliakan binatang. Memenuhi kebutuhan binatang pula dihitung sebagai sebuah shadaqah, sebagaimana juga memberi kepada manusia, karena kedua-duanya ‘berhati lembab’.
Hal yang sama disebutkan Rasulullah,
“Seorang Muslim tidak menanam tanaman, hingga memakan dari tanaman itu manusia, binatang atau burung, kecuali merupakan shadaqah baginya, hingga datang hari kiamat. (Riwayat Muslim)
Sayang Terhadap Binatang Termasuk Ajaran Islam
Islam adalah ajaran yang menebarkan kasih sayang dan rahmat kepada seluruh alam semesta. Tidak hanya membatasi kasih sayang hanya kepada sesama manusia saja, namun makhluk lain juga harus mendapatkan imbas rahmaniyah dari ajaran Islam ini. Hal ini disebabkan karena Allah telah menciptakan kehidupan binatang bersinggungan dengan kehidupan manusia, bahkan mempermudah kehidupan manusia.
Allah telah berfirman,
”Dan binatang ternak telah diciptkan-Nya untuk kalian, padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai manfaat, serta sebagiannya kalian makan. Dan kalian memperoleh keindahan padanya, ketika kalian membawanya kembali ke kandang dan ketika kalian melepaskannya. Dan ia mengangkut beban-beban kalian ke suatu negeri yang kalian tidak sanggup mencapainya, kecuali dengan susah payah. Sungguh, Rabb kalian benar-benar Maha Pengasih dan Penyayang. Dan (Dia telah menciptakan) kuda, baghal dan keledai untuk kalian tunggangi dan sebagai perhiasan. Allah menciptakan apa yang tidak kalian ketahui. ” (An Nahl [16]: 5-8)
Dalam sejarah peradaban Islam sendiri, hubungan harmonis antara manusia dengan binatang terjalin dengan baik, sebagaimana eratnya hubungan antara Ashabul Kahfi dengan anjing mereka. Demikan pula Rasulullah, beliau juga berhijrah dengan onta setia beliau yang nama Al Qashwa`, disamping beliau juga memiliki beberapa onta lain yang bernama Al Adhba` dan Al Jadm. Seorang sahabat dalam kisah pembuka di atas, aslinya bernama Abdurrahman bin Shahr. Ia gemar membawa kucing kecil di sakunya, hingga Rasulullah memberikan panggilan kesayangan untuknya dengan sebutan Abu Hurairah, yang artinya ‘ayah kucing’.
Islam sebagai ajaran yang menekanan kepada pemeluknya untuk menyayangi binatang sebenarnya sudah tercermin dalam pembahasan dasar masalah fiqih, yakni masalah thaharah (bersuci), dimana kita sebagai Muslim, dilarang buang air besar atau air kecil ke dalam lubang, merujuk kepada hadits yang diriwayatkan Abu Dawud. Ada ulama yang menyebutkan bahwa di dalam liang biasanya ada binatang-binatang kecil. Dengan buang air di tempat itu, maka hal itu bisa menzalimi binatang-binatang tersebut. (lihat Mughni Al Muhtaj, 1/61)
Masih masalah thaharah, bahkan kita sebagai Muslim diwajibkan meninggalkan wudhu dan melakukan tayammum sebagai gantinya, seandainya ada binatang muhtaramyang kehausan, sementara persediaan air sangat terbatas. Binatang muhtaram adalah binatang yang tidak diperintahkan untuk dibunuh. (lihat, Mughni Al Muhtaj, 1/130).
Kita sebagai Muslim diwajibkan meninggalkan wudhu dan melakukan tayammum sebagai gantinya, seandainya ada binatang muhtaram yang kehausan, sementara persediaan air sangat terbatas.
Adab kepada Binatang Tunggangan
Disamping secara umum menganjurkan berbuat baik kepada binatang, secara spesifik, Islam menjelaskan bagaimana seharusnya para pemilik binatang tunggangan memperhatikan beberapa hal, hingga tidak ada pihak yang terzalimi.
Islam melarang seseorang memaksa binatang untuk mengangkut beban berat diluar kemampuan hewan itu, sebagaimana diriwayatkan oleh At Thabarani, “Jika kalian melihat tiga orang naik binatang tunggangan, maka lemparlah mereka, hingga salah satu dari mereka turun.”
Sebagaimana Rasulullah berpesan kepada para pemilik kendaraan agar memperhatikan makanan binatang tunggangan mereka. “Jika kalian melakukan perjalanan di daerah subur, maka berilah makanan ontamu dari daerah itu dan jika kalian melakukan perjalanan di daerah paceklik, maka percepatlah, hingga tidak membahayakannya.” (Riwayat Muslim)
Tentu, jika mereka masih berada di wilayah gersang, dan tidak ada makanan untuk onta mereka, maka keadaan demikian mengancam kehidupan binatang tersebut.
Binatang Pun Mengeluh
Kenapa Islam menjauhkan pemeluknya dari pebuatan zalim terhadap binatang? Karena binatang itu seperti manusia. Ia juga merasakan lapar, haus, lelah atau sakit jika terzalimi. Rasulullah pernah memperoleh pengaduan dari beberapa binatangyang memperoleh perlakukan tidak baik dari pemiliknya. Sebagaimana termaktub dalam Shahih Muslim, Rasulullah pernah berkisah, bahwa beliau menemui seorang laki-laki yang menarik sapi untuk mengangkut. Sapi itu menoleh kepada beliau dan mengatakan, “Demi Allah, aku tidak diciptakan untuk hal ini, namun untuk membajak.”
Dalam hadits lainnya yang diriwayatkan Abu Dawud disebutkan,
Suatu saat Rasulullah memasuki sebuah kebun milik sahabat Anshar. Di kebun itu terdapat seekor onta, yang tiba-tiba matanya mengeluarkan air mata ketika melihat Rasulullah. Akhirnya beliau bertanya,”Siapa pemilik onta ini?” Saat itu seorang pemuda datang dengan mengatakan,”Saya wahai Rasulullah.” Beliau pun menyampaikan,”Apakah engkau tidak takut kepada Allah mengenai binatang ini? Sesunggunya ia mengadu kepadaku, bahwa engkau membiarkannya lapar dan terus-menerus mamaksanya bekerja.” (H.R. Abu Dawud)
Tidak Menghina Binatang
Yang terlarang dalam Islam bukan hanya menzalimi binatang secara fisik, namun merendahkan ataun mencelanya juga dilarang, karena binatang pun termasuk ciptaan Allah Ta’ala. Pernah suatu saat Rasulullah menjumpai wanita yang tengah melaknat onta yang ia tunggangi, hingga akhirnya beliau menghukum wanita tersebut, sebagaimana disebutkan Imam Muslim.
Imam Al Ghazali juga melarang merendahkan ciptaan Allah termasuk hewan, tatkala beliau membahas mengenai hal penjagaan terhadap mulut. (lihat Al Maraqi Al Ubudiyah, hal.69)
Sikap Para Ulama terhadap Binatang
Imam Abu Ishaq As-Sirazi. Suatu saat, tokoh besar dalam madzhab As Syafi’i ini berjalan bersama beberapa sahabatnya. Tiba-tiba ada seekor anjing berjalan di depan rombongan itu. Menyaksikan hal itu, salah seorang anggota romongan menghardik anjing tersebut. Mengetahui hal itu Abu Ishaq melarangnya dan menasehati,”Apakah engkau tidak tahu bahwa anjing itu dan kita sama-sama berhak menggunakan jalan ini?” (Al Majmu`, 1/45).
[]
(Dikutip dari blog ‘Suci Sekeping Hati’ dengan seijin pemilik, dan diedit seperlunya)

Azab Dan Ujian


Azab atau Ujian,
Segala sesuatu yang menimpa diri kita, dapat berupa azab, dapat pula berupa ujian. Bagaimana membedakan keduanya ?
a.      Tergantung dari hidup diri, apakah selalu maksiat atau selalu taat. Kalau kita kadang melakukan kebaik dan kadang-kadang melakukan kesalahan, memang sulit membedakan antara azab dengan ujian,b.      Kalau selalu berbuat kebaikan, maka semua itu adalah ujian. Orang-orang beriman tidak pernah kering dari ujian. Ujian merupakan suatu ciri orang beriman. Dengan lulus ujian berarti imannya makin bertambah / naik.c.      Selama belum ketemu-diri, sulit menghindari keslahan yang kecil. Untuk insan yang memiliki nur-iman, maka sewaktu merasakan cahaya-imannya meredup, ia segera introspeksi, kesalahan apa yang telah lakukan (misal dalam hatinya, terbit rasa bangga, ………….), ia segera istighfar, kekuatan cahaya-imannya menaik lagi. Untuk beristighfar ini jangan tunda sampai tiba waktu Shalat berikutnya.d.      Untuk perhatian, bahwa setiap Hamba yang bertaubat akan dibersihkan dari barang-barang haram oleh Allah, dengan maksud agar barang-barang ini tidak terbawa ke Akhirat. Sikap hamba yang bertaubat dalam Menghadapi Ujian taubatBanyak orang yang bertaubat nampaknya amat sangat mencari Allah, namun sesungguhnya yang dicari oleh hatinya adalah hal – hal selain Allah. Orang-orang seperti inilah yang akan hancur lebur dengan ujian-ujian yang dihadirkan Allah. Inilah yang banyak terjadi pada hamba yang bertaubat.Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir (QS. 70:19-21)Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia: dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa. (QS. 17:83)Kemudian apabila datang kepada mereka kemakmuran, mereka berkata: "Ini adalah karena (usaha) kami". Dan jika mereka ditimpa kesusahan, mereka lemparkan sebab kesialan itu kepada Musa dan orang-orang yang besertanya. Ketahuilah, sesungguhnya kesialan mereka itu adalah ketetapan dari Allah, akan tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. 7:131)Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di tepi; maka jika memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. (QS. 22:11)Adapun manusia apabila Rabbnya mengujinya lalu dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia berkata: "Rabbku telah memuliakanku". Adapun bila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezkinya maka dia berkata: "Rabbku menghinakanku". (QS. 89:15-16)………….. janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. 18:28)Semakin sadar seorang hamba yang bertaubat akan hakikat masalah-masalah kehidupan, maka akan semakin sadar ia bahwa masalah-masalah kehidupan adalah merupakan anugrah dari-Nya. Dengan masalah-masalah kehidupan itu :
  1. Allah memberikan kepada sang hamba cermin-cermin yang agar sang hamba menyadari keburukan-keburukan diri yang harus diperbaikinya.
  2. Allah membersihkan manusia dari dosa-dosa.
  3. Allah hendak membentuk jiwa seorang hamba, sesuai dengan misi suci yang dilekatkan Allah kepadanya.Bagaikan besi yang ditempa, karat-karatnya hancur dan bersih dimakan api, dan kemudian besi tersebut dibentuk untuk dijadikan pedang, tombak, dan lain sebagainya.
Seorang hamba yang bertaubat yang menyadari hal diatas, maka mereka menerima masalah-masalah kehidupan dengan senang hati. Sebagaimana mereka menerima kemewahan."Artinya : Dari Abu Sa’id Al-Khudry Radhiyallahu anhu, dia berkata. ‘Aku memasuki tempat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan beliau sedang demam. Lalu kuletakkan tanganku di badan beliau. Maka aku merasakan panas ditanganku di atas selimut. Lalu aku berkata.’Wahai Rasulullah, alangkah kerasnya sakit ini pada dirimi’. Beliau berkata :’Begitulah kami (para nabi). Cobaan dilipatkan kepada kami dan pahala juga ditingkatkan bagi kami’. Aku bertanya.’Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat cobaannya ?. Beliau menjawab. ‘Para nabi. Aku bertanya. ‘Wahai Rasulullah, kemudian siapa lagi?. Beliau menjawab.’Kemudian orang-orang shalih. Apabila salah seorang di antara mereka diuji dengan kemiskinan, sampai-sampai salah seorang diantara mereka tidak mendapatkan kecuali (tambalan) mantel yang dia himpun. Dan, mereka sungguh merasa senang karena cobaan, sebagaimana salah seorang diantara kamu yang senang karena kemewahan". [Ditakhrij Ibnu Majah, hadits nomor 4024, Al-Hakim 4/307, di shahihkan Adz-Dzahaby].Orang-orang seperti inilah yang dalam al Qur’an dikatakan sebagai orang yang mencari wajah (keridlaan) Allah. Karena sesungguhnya keridlaan Allah terkait dengan seberapa ridla manusia menerima segala karsa-Nya.Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridlaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itumelewati batas. (QS. 18:28)Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari keridlaan Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya. (QS. 2:207)Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridlaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. 29:69) Allah ridla terhadap mereka, dan merekapun ridla terhadapnya. Itulah keberuntungan yang paling besar". (QS. 5:119)Seorang hamba tidak akan mungkin selamat, kalau tidak mendapatkan ridla dari Allah Swt. Namun bagaimana mungkin Allah akan ridla kepada seorang hamba, apabila terhadap apa yang diberikan-Nya selalu ditolak, apakah dalam wujud caci maki dan keluh kesah. Orang yang ridla kepadaAllah Swt inilah yang dalam ayat lain dibahasakan sebagai orang-orang yang berserah diri(islam) kepada-Nya. Bukanlah hamba yang bertaubat , apabila dalam hidupnya ia masih saja berkeluh kesah terhadap masalah-masalah yang dihadapinya.Dari Shuhaib Radhiyallahu anhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. "Artinya : Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya semua urusannya adalah baik. Apabila mendapat kelapangan, maka dia bersyukur dan itu kebaikan baginya. Dan, bila ditimpa kesempitan, maka dia bersabar, dan itu kebaikan baginya". [Ditakhrij Muslim, 8/125 dalam Az-Zuhud]

Jangan Terlalu Berangan Angan


Disebutkan bahwa apabila manusia tidak memiliki angan-angan,
maka tiada orang berjalan di jalan-jalan. Tiada pasar didirikan di tengah kota.
Angan-angan inilah yang membuat manusia bersedia untuk hidup di dunia ini. Sekiranya tidak ada angan-angan maka seorang manusia tidak akan mau hidup di dunia.
Seorang shalih pernah berdoa kepada Allah agar dihilangkan angan-angan dari dirinya. Maka ia tidak memiliki sedikitpun keinginan untuk makan dan minum. Dan ketika ia berdoa agar dikembalikan angan-angan kepada dirinya, maka muncul kembali keinginannya untuk makan.
Panjang angan-angan adalah suatu hal yang amat dikuatirkan oleh Rasulullah Saw terjangkit diummatnya. Panjang angan-angan hanya dapat dikendalikan dengan upaya kita untuk ‘mengingat mati’.
Karena manakala seorang mengingat akan mati, maka dari dirinya akan muncul kekuatan untuk ‘memotong’ hal-hal yang tiada perlu untuk dilakukan (sia-sia). Sementara Allah berkata; bahwa ciri seorang
al-mukminuun adalah mereka yang tiada melakukan hal yang sia-sia (QS 23:3).
Mungkin inilah sehingga Rasulullah Saw banyak menyarankan kita untuk “mengingat mati”, agar kita semua terjaga dari hal-hal yang sia-sia. Agar kita semua betul-betul memantau segala aktivitas kita dari hal-hal yang merusak dan mengupayakan hal-hal yang shalih. Semoga Allah memberikan kepada kita rahmat-Nya.

Antara Hati Batiniah Dan Jasmaniah


Seorang Guru Sufi Menuturkan:
“Jika kata-kata berasal dari hati,
ia akan masuki kedalam hati,
jika ia keluar dari lisan,
maka ia hanya sekedar melewati pendengaran”
Hati Batiniah berfungsi hampir sm dgn hati jasmaniah.
Hati Jasmaniah terletak dititik pusat batang tubuh;
Hati Batiniah terletak diantara diri rendah dan jiwa.
Hati Jasmaniah mengatur fisik;
Hati Batiniah mengatur psikis.
Hati Jasmaniah memelihara tubuh dengan mengirimkan
darah segar dan beroksigen kepada tiap sel dan organ
di dalam tubuh, ia juga menerima darah kotor melalui
pembuluh darah;
Hati Batiniah memeliharah jiwa dengan memancarkan
kearifan dan cahaya, ia juga menyucikan kepribadian
dari sifat-sifat buruk, hati memiliki satu wajah yang
menghadap ke dunia spiritual, dan satu wajah lagi
menghadap ke dunia diri rendah dan sifat-sifat buruk
kita.
Jika Hati Jasmaniah terluka, maka kita menjadi sakit,
jika ia mengalami kerusakan berat, maka kitapun
meninggal dunia.
Jika Hati Batiniah kita terjangkiti sifat-sifat buruk
dari nafs (atau diri rendah), maka kita akan sakit
secara spiritual, jika hati tersebut secara
keseluruhan didominasi oleh Nafs, maka kehidupan
spiritual kita juga akan mati.
Hati janganlah disalahartikan sebagai emosi. Emosi,
seperti marah, rasa takut, dan keserakahan, berasal
dari nafs, ketika manusia berbicara mengenai “hasrat
hati”, mereka biasanya merujuk pada hasrat nafs.
Nafs tertarik pada kenikmatan duniawi dan tidak peduli
akan Tuhan, sedangkan Hati tertarik kepada Tuhan dan
hanya mencari kenikmatan di dalam Tuhan.
Hati secara langsung bereaksi atas setiap sikap
pikiran dan tindakan.
Setiap kata dan tindakan yang baik memperlembut hati,
dan Setiap kata dan tindakan yang buruk akan
memperkeras hati.
Nabi Muhammad, menyebutkan keutamaan hati saat
berkata,
“Sesungguhnya di dlm tubuh manusia terdpt segumpal
daging, jika ia sehat, maka seluruh tubuh pun sehat
jika ia sakit, maka seluruh tubuh pun akan sakit,
itulah HATI”
Penyair Rumi berujar:
Jadilah hamba hati
Atau setidaknya tunduk kepadanya
Sebab jika tidak, kau akan kehilangan daya
Bagaikan seekor keledai yang terjebak didalam lumpur
Jika seorang tak memiliki hati,
Seseorang tak akan memperoleh keberuntungan;
Dalam kemalangan, seseorang akan menjadi terkenal di
dunia.
Salam & semoga bermanfaat

Tentang Qolbu


BismillahiRahmaniRahiim

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
” Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan fu’ad (hati) itu semuanya akan
ditanya tanggung jawabnya. ”
QS 17:36

Karena peran qalbu terhadap anggota tubuh yang lain dan kedudukannya
yang Sangat Penting bagaikan seorang raja yang mengatur anak buahnya, di
mana seluruh anggotanya tersebut bergerak dan bekerja sesuai dengan perintah
sang raja (qalbu/hati) … maka Rasulullah Saw bersabda :

” Ingatlah ! Bahwa dalam tubuh itu ada segumpal darah. Bila ia baik, maka
baiklah seluruh tubuhnya; dan bila ia rusak, maka rusak jugalah seluruhnya.
Itulah Qalbu ! ”
(HR Bukhari dan Muslim)

Jadi, Hati merupakan Raja dari seluruh anggota badan, di mana mereka
melaksanakan segala apa yang diperintahkannya.. Suatu amal (perbuatan)
tidaklah benar, kecuali bila diawali dengan “Niat” yang Benar di dalam Hati.
Sebab Hati itulah yang kelak bertanggungjawab terhadap sah tidaknya segala
amal perbuatan kita… Setiap pemimpin bertanggungjawab terhadap semua hal
yang dipimpinnya…

Dengan demikian, meluruskan dan membuat Niat menjadi BENAR adalah
pekerjaan yang Paling Utama yang harus dilaksanakan oleh hamba-hamba yang
meniti Jalan menuju Allah Ta’ala… Segala sesuatu dinilai dari Niat yang
tumbuh berasal dari dalam Qalbu (Hati)..

Memeriksa (menghisab) dan mengobati penyakit-penyakit Hati adalah suatu
Kewajiban setiap hamba Allah Ta’ala… karena kita manusia Dia ciptakan
hanyalah untuk ber Ibadah lahir dan batin kepada-Nya… karena itulah fitrah
manusia..
PEMBAGIAN QALBU (HATI) :

1. Hati yang Selamat (Sehat)
2. Hati yang mati
3. Hati yang mengandung penyakit-penyakit (sakit)

1. Hati yang Selamat (Sehat) / Qalbin Saliim
adalah Hati yang hanya dengannya manusia dapat datang dan berjumpa Allah
Ta’ala dengan Selamat di hari Kiamat.

” Pada hari di mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat. Kecuali manusia
yang datang kepada Allah dengan Hati yang Selamat (Sehat). ” QS 26:88-89

Qalbu yang Selamat ini adalah Qalbu yang Selamat dari setiap hawa /
keinginan / kehendak yang menyalahi Kehendak / Perintah Allah Ta’ala,
Selamat dari setiap syubhat dan kesalahfahaman yang bertentangan dengan
Kebaikan (Kebenaran), sehingga sang Hati ini Selamat dari penghambaan kepada
selain Allah Ta’ala, dan Lepas dari perbuatan yang menjadikan hakim selain
Rasulullah Saw.. Sehingga akhirnya membuahkan KEIKHLASAN dalam setiap
perilaku (yang sesungguhnya pun merupakan rangkaian Ibadah) kita semata-mata
Hanya kepada Allah Ta’ala, penuh dengan segenap Mahabbah, Tunduk, Pasrah dan
Tawakal, Taubat, Takut dan Penuh Harap hanya kepada Allah Ta’ala…

Bila ia mencintai sesuatu, maka ia mencintainya hanya karena Allah
Ta’ala… Dan bila ia membenci sesuatu, maka ia pun membencinya hanya karena
Allah Ta’ala jua..
Bila ia memberi, hanyalah karena Allah Ta’ala, dan bila ia melarang ataupun
mencegah sesuatu, itupun hanya karena Allah Ta’ala…

Bahkan tidak hanya sampai di situ, ia pun terlepas dari segala
ke-tunduk-an dan per-tahkim-an kepada setiap hal yang bertentangan dengan
Ajaran Rasulullah Saw. Qalbu (Hati) nya terikat sangat Kuat kepada ajaran
ataupun contoh Rasulullah Saw… baik dalam setiap ucapan maupun perbuatan.

” Wahai orang-orang yang ber-Iman ! Janganlah kalian mendahului Allah dan
Rasul-Nya, dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Mengetahui. ” QS 49:1

2. Qalbu (Hati) yang mati
adalah hati yang Tidak Mengenal Allah Ta’ala, Tidak Beribadah kepada-Nya..
dengan Tidak Menjalankan Perintah dan hal apapun yang diRidhai-Nya…

Hati yang seperti ini selalu berada dan berjalan bersama hawa /
keinginan / kehendaknya, walaupun itu diBenci dan diMurkai Allah Ta’ala..
Ia tidak peduli apakah Allah Ta’ala ridha kepadanya ataukah tidak..

Bila ia mencintai sesuatu, maka ia mencintai sesuatu karena mengikuti
hawa (nafsu) nya / keinginannya.. dan bila ia membenci sesuatu, maka ia
membencina karena hawa (nafsu) nya.. Begitu juga apabila ia menolak atau
mencegah sesuatu… hawa nya telah menguasainya dan menjadi pemimpin
sekaligus pengendali bagi dirinya…
Kebodohan dan kelalaian adalah supirnya.. Ia diselubungi… dipenjara oleh
kecenderungan / kecintaannya kepada dunia (yaitu hal-hal selain Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya).. Hatinya telah ditutupi oleh selubung kabut gelap cinta
kehidupan dunia dan hawa nafsunya…

Ia tidak menyambut dan menerima panggilan Allah Ta’ala… seruan Allah
Ta’ala.. seruan tentang Hari Kiamat.. karena ia mengikuti syetan yang
menunggangi hawa (nafsu) nya.. Hawa nya telah membuatnya tuli dan buta,
sehingga ia tidak tahu lagi manakah yang batil dan manakah yang haq…
Maka berteman dan bergaul dengan orang-orang yang Hatinya telah mati seperti
ini berarti mencari Penyakit..

3. Qalbu (Hati) yang sakit
adalah hati yang Hidup namun mengandung Penyakit-penyakit.
Hati semacam ini mengandung 2 unsur :

1. Di satu pihak mengandung Iman, Ikhlas, Tawakal, Mahabbah, dan
sejenisnya.. yang membuatnya menjadi Hidup

2. namun di pihak lain mengandung kecintaan / kecenderungan kepada hawa
(nafsu), seperti cinta / senang pada kehidupan dunia, sombong, ego, harga
diri tinggi, keluhan, iri (dengki), dan sifat-sifat lain yang dapat
mencelakakan dan membinasakannya…

Hati seperti ini diisi oleh 2 jenis santapan : santapan berupa seruan
(panggilan) dan Perintah Allah Ta’ala dan Rasul-Nya akan Hari Kiamat… dan
santapan lain berupa panggilan / kecintaan kepada dunia..
Yang akan disambutnya dari kedua seruan (panggilan) inilah yang paling dekat
kepadanya..

Maka… Hati yang pertama itulah yang Selamat karena Sehat dari berbagai
macam Penyakit Hati, senantiasa Khusyu’, Tunduk, bersifat Lembut..
Sedangkan hati jenis kedua itulah hati yang mati… dan hati jenis ketiga
yaitu hati yang sakit karena mengandung Penyakit, yang mungkin bisa kembali
dengan Selamat (Sehat)… atau ia akan Celaka (Mati)…

(dari “Pembersih Jiwa” : Al-Ghazali r.a, Ibnu Rajab r.a, Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah r.a)

Sunday, March 20, 2011

derajat Ikhlas


Penjelasan Tentang Tingkatan Ikhlas dan Bahaya yang Mengeruhkan Ikhlas dalam Kitab Ihya Ulumuddin
Ketahuilah, bahwa bahaya-bahaya yang mengganggu ikhlas itu sebagiannya jelas dan sebagiannya itu kuat serta tersembunyi. Dan tidak dapat dipahami perbedaan derajat-derajat dalam hal tersembunyi dan jelas kecuali dengan perumpamaan.
Paling jelas bahaya yang menggenggam ikhlas adalah riya.
Syetan memasukkan bahaya atas orang yang mengerjakan shalat manakala ia ikhlas dalam shalatnya, kemudian seseorang masuk, lalu syetan berkata, “Baguskanlah shalatmu, sehingga org yg hadir ini memandang kepadamu dengan pandangan kewibawaan dan kebaikan dan ia tidak memandang hina kepadamu dan tidak mengumpatmu.”
Maka anggota badannya khusyu, sendi-sendinya tenang dan shalatnya baik.
Dan ini adalah riya yang tampak dan demikian itu tidak tersembunyi atas orang-orang yang pertama dari para murid murid.
Derajat yang KEDUA: bahwa murid itu telah memahami bahaya ini dan ia berhati-hati padanya, lalu ia berpaling dan tidak mentaati syetan dan melanjutkan shalatnya.
Lalu syetan mendatanginya dengan menampakkan kebaikan dan berkata, “Kamu adalah orang yang diikuti dan diteladani dan dipandang. Dan apa yang kamu perbuat itu membekas padamu dan orang lain mengikutimu. Maka bagimu pahala amal perbuatan mereka kalau kamu membaguskan amalmu dan atasmu dosa kalau kamu menjelekkan amalmu. Maka baguskanlah amalmu di hadapannya. Mudah-mudahan ia mengikutimu dalam kekhusyukan dan membaguskan ibadah.”
Ini adalah lebih samar daripada yang pertama. Kadang-kadang tertipu padanya orang yang tidak tertipu dengan yang pertama. Dan inu juga riya yang sebenarnya dan merusak keikhlasan.
Derajat KETIGA: bahwa seorang hamba berhati-hati terhadap tipu daya syetan. Maka ia membaguskan shalatnya di tempat yang sunyi agar shalatnya bagus di hadapan orang banyak. Maka dia tidak membedakan antara keduanya. Maka perhatiannya di tempat yang sunyi dan di keramaian adalah kepada makhluk.
Derajat KEEMPAT, dan ini adalah yang lebih halus dan lebih tersembunyi: bahwa manusia memandang kepadanya, sedang ia tengah melakukan shalat, lalu syetan lemah untuk berkata kepadanya, “Khusyuklah karena mereka”, karena syetan mengerti bahwa orang itu lebih cerdas terhadap demikian. Lalu syetan berkata kepadanya, “Berpikirlah ttg kebesaran Allah Ta’ala dengan keagunganNya dan tentang Tuhan yang kamu berada di hadapanNya dan malulah bahwa Allah melihat kepada hatimu, sedang ia lalai kepadaNya. Lalu dengan demikian hatinya hadir dan anggota badannya khusyuk dan ia menduga bahwa demikian ikhlas yang sebenarnya, padahal itu adalah tipu daya dan penipu yang sebenarnya.
Sesungguhnya khusyu, jikalau pandangannya kepada keagungan Allah, niscaya goresan ini terus menerus padanya di tempat sunyi dan niscaya hadirnya goresan hati tersebut tidak tertentu dengan keadaan hadirnya orang lain.
Tidak selamat dari syetan kecuali orang yang halus pandangannya dan bahagia dengan penjagaan Allah Ta’ala, taufiq-Nya dan petunjuk-Nya. Kalau tidak, maka syetan itu tidak meninggalkan orang-orang yang rajin ibadah kepada Allah Ta’ala. Ia tidak lalai dari mereka sekejap pun, sehingga ia membawa mereka kepada riya pada setiap gerakan, sehingga pada mencelaki mata, menggunting kumis, memakai wewangian di hari Jum’at dan memakai pakaian.
Karena itulah dikatakan, “Dua rakaat dari orang yang alim itu lebih utama daripada ibadah setahun dari orang yang bodoh.”

jarak hati


Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya;
“Mengapa ketika seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat atau berteriak?”
Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab;
“Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu berteriak.”
“Tapi…” sang guru balik bertanya, “lawan bicaranya justru berada di sampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara halus?”
Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar menurut pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan.
Sang guru lalu berkata; “Ketika dua orang sedang berada dalam situasi kemarahan, jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara fisik mereka begitu dekat.
Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian, mereka harus berteriak. Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara ke duanyapun menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras lagi.”
Sang guru masih melanjutkan; “Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil.
Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa demikian?” Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya. Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan jawaban.
“Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan.”
Sang guru masih melanjutkan; “Ketika anda sedang dilanda kemarahan, janganlah hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu. Mungkin di saat seperti itu, tak mengucapkan kata-kata mungkin merupakan cara yang bijaksana. Karena waktu akan membantu anda.